Hari ini bukan untuk yang pertama
kalinya saya mendengar kabar mengenai demonstrasi oleh pihak tertentu untuk
menentang topeng monyet. Hal tersebut bermula ketika sekelompok warga negara
asing dari sebuah organisasi menggelar unjuk rasa di ibu kota beberapa waktu
yang lalu. Bukan tidak beralasan mereka berdemonstrasi, mereka menganggap bahwa
topeng monyet hanya merupakan salah satu modus yang digunakan untuk mengemis di
jalanan, belum lagi cara yang digunakan dalam melatih monyet-monyet tersebut
dinilai tidak baik dan dianggap sebagai penyiksaan binatang.
Topeng monyet memang bukan sebagian dari
budaya, karena topeng monyet hanya sebuah kesenian tradisional yang terkenal di
berbagai daerah di Indonesia. Bukan hanya di Indonesia, tetapi di beberapa
negara seperti India, Pakistan, Thailand, Vietnam, China, Jepang, dan Korea
topeng monyet banyak digemari oleh masyarakat. Topeng monyet menampilkan atraksi
dari monyet yang didampingi oleh pawang dengan diiringi musik dari gendang
kecil maupun radio tape, atraksi dari si monyet dinilai lucu oleh anak-anak,
sehingga kumpulan anak-anak yang menonton atraksi topeng monyet menjadi
keuntungan tersendiri bagi tukang topeng monyet.
Perdebatan mengenai larangan topeng
monyetpun semakin nampak, banyak yang pro tetapi tidak sedikit pula yang
kontra. Saya sendiri menilai unjuk rasa yang dilakukan oleh warga asing
tersebut tidak sepenuhnya salah, karena maksud mereka juga sebenarnya baik,
yaitu mencintai sesama makhluk tuhan terlebih monyet merupakan hewan yang
dilindungi. Memang tidak seharusnya para tukang topeng monyet mempertontonkan
atraksi topeng monyet di pinggir jalan, sebab hal tersebut dapat menghambat lalu
lintas di ibu kota yang seringkali macet. Mungkin saja dengan kehadiran topeng
monyet, lalu lintas semakin tidak terkendali sehingga kemacetan semakin
meningkat. Namun akan lebih baik lagi apabila sesama pengguna jalan lebih
tertib menggunakan jalan umum dan lebih mematuhi rambu lalu lintas.
Mengenai anggapan bahwa dalam pelatihan
topeng monyet ada unsur penyiksaan binatang, mungkin lebih arif apabila para
tukang topeng monyet mendapatkan ilmu atau pengetahuan mengenai cara melatih
hewan dengan teknik yang baik dan dinilai tidak menyiksa dari pawang-pawang
binatang yang sudah ahli. Sebab, mau tidak mau pemerintah tidak bisa begitu
saja di paksa untuk menghentikan topeng monyet atau membuat larangan topeng
monyet.
Topeng monyet yang sudah dikenal luas
oleh masyarakat kita ini merupakan salah satu bentuk mata pencaharian bagi
sebagian orang di Indonesia. mereka mungkin tidak pernah bercita-cita untuk
menjadi seorang tukang topeng monyet. Dalam sehari penghasilannya saja tidak
tetap, jangankan untuk bermewah-mewah, untuk makan sehari-hari saja belum
pasti. Terlebih biasanya monyet-monyet yang digunakan para tukang topeng monyet
adalah monyet sewaan, jadi mereka juga harus menyetor uang yang mereka peroleh
kepada pemilik monyet.
Manusia mana yang ingin hidup serba
kekurangan, begitu pula para tukang topeng monyet. Keadaan yang menuntut mereka
jadi tukang topeng monyet. Jika topeng monyet dilarang, mereka mau kerja
apalagi? bukankah di Indonesia ini sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang
layak? jangankan layak, yang tidak layak asal halal saja masih susah. Inilah potret
antara kemiskinan dan topeng monyet. Mari kita sadari ini dan beri solusi
bersama dalam membangun negeri.
Assalamu'alaikum kang..
BalasHapus