Kamis, 21 Juli 2011

ANGGOTA BARU "UDIN SEDUNIA"

Satu lagi anggota “Udin Sedunia”, “Udin yang punya niat minggat sebelum dicekal yaitu “Nazaruddin.” Bisa jadi pembuktian perbuatan korupsi dirinya akan sulit dilaksanakan oleh para penegak hukum. Tapi, bila memang ia tidak korupsi, mengapa mendadak ia ke luar negeri ketika akan dimintai penjelasan oleh KPK. Berobat ? seperti Nunun atau para tersangka koruptor lainnya yang ‘menetap’ di Singapura? “Alasan basi…!!!”
Memang sulit membersihkan negeri ini dari para koruptor, ibarat membersihkan lantai dengan sapu yang kotor, atau ibarat mengoperasi timbunan kanker di tubuh, atau ibarat maling yang teriak maling. Jadi, tipis kelihatannya perbedaan antara korupsi dan hibah, tipis perbedaan antara korupsi dan rejeki, “mendapatkan uang yang haram saja susah, apalagi yang halal….” demikian kata slogan orang yang putus asa.
Sebetulnya, kenapa sih ke Singapura? yang pasti karena negara kecil tersebut tidak mau kehilangan rejeki dengan hadirnya koruptor Indonesia di sana. Berapa banyak dana yang mereka bawa dari Indonesia dan simpan di sana? (bisa jadi Singapura akan bangkrut jika tidak ada uang koruptor dari Indonesia yang diparkir di sana). Singapura juga tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan Indonesia (ya jelaslah, siapa yang mau membuat perjanjian yang merugikan dirinya). Tapi alasan yang paling mudah adalah karena Singapura dekat dengan Indonesia. Karena dekat maka biayanya murah (bagi rekan-rekannya). Dengan demikian mudah bagi para ‘penjenguk’ untuk bertemu dengannya setiap saat. Tentu bukan pertemuan biasa melainkan membuat rancangan ‘sandiwara’ yang akan dimainkan atau diperankan sepulang ia nanti.
Ingat saja peristiwa “Gayus” setelah ia pulang dan ‘masuk penjara’ ternyata ia bisa tetap plesiran ke Bali atau ke luar negeri. Itu merupakan bagian dari ‘sandiwara’ yang harus atau bisa dilakonkan sekembalinya ia dari ‘pengasingan.’ Apakah setelah peristiwa itu (ketahuan wartawan) ia ‘kapok’ ke luar dari penjara ?. Belum tentu, skenario baru bisa diciptakan atau dimainkan kembali untuknya. Jika harus sesuai dengan janji perannya semula, maka sang ‘Sutradara’ perlu ‘membersihkan panggung’ terlebih dulu sebelum ia melanjutkan perannya lagi.
Kita tunggu saja, apa peran yang akan dimainkan Nazaruddin sekembalinya dari Singapura. Mengapa ia tidak menetap saja dan menjadi warga negara di sana? Sangat kecil kemungkinan itu. Ia sudah terlalu lama tinggal di Indonesia sehingga telah mendarah-daging, baik dalam kehidupan sosial-budaya, mencari nafkah, dan sebagainya. Apa enaknya tinggal di negara ‘asing,’ kan paling enak tinggal di negeri sendiri, apalagi sudah dikenal sebagai orang kaya?
Apakah enak makan dari uang korupsi? Makan sih sesuai selera, kalau suka ya enak saja. Masalahnya bukan di sana, tapi “jadi apa makanan di tubuhnya? (orang yang memakan hasil korupsinya)” Dunia kedokteran terhebatpun tidak ada yang pernah tuntas menjawab selain teoritis saja, misalkan konsumsilah “prinsip 4 sehat 5 sempurna” setiap hari agar tubuh menjadi sehat. Berapa banyak orang yang sudah memenuhi anjuran tersebut, tetapi masih sering sakit juga? atau sebaliknya, berapa banyak yang tidak memenuhi anjuran tersebut, tetapi sehat-sehat saja? Ada satu unsur yang mempengaruhi yang sama sekali tidak terkait dengan fisik makanan itu sendiri. Unsur tersebut adalah “berkah” yaitu keridhoan Tuhan yang menyertai makanan yang akan dikonsumsinya.
Berapa banyak orang yang ‘curang’ (termasuk koruptor, pengganjal rejeki orang, dll.) di masa tuanya hidup sengsara (misalkan penyakitan, stroke, dan keinvalidan lainnya), berapa banyak orang yang ‘curang’ anggota keluarganya (yang menjadi tanggung jawab dirinya) menyusahkan dirinya (misalkan sering mengalami musibah, sakit parah, sakit jiwa, ketergantungan narkoba, sering berbuat kriminal, dan lain-lain), berapa banyak orang yang ‘curang’ akan dicurangi lagi oleh orang lain dengan jalan yang tidak diduga-duga (misalkan ditipu, dirampok, diculik, dan sebagainya)?
Oleh karena itu, “jangan korupsi…!!!” Masih untung jika ‘karma’ itu sudah terbayar ketika kita masih hidup di dunia ini (lunas di dunia), yang lebih sengsara, jika di dunia belum diberi ‘karma’ itu, maka tidak akan ada lagi kata penyesalan jika karma itu terjadi di akhirat…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar